Budaya Khas
Kota Probolinggo
Budaya merupakan suatu hasil dari pola
tingkah laku yang didapat di suatu daerah dan di sampaikan melalui berbagai
macam bentuk oleh suatu daerah tersebut contohnya melalui kesenian, atau pun
adat-istiadat dari kebiasaan yang sudah mendarah daging dan membentuk suatu
kepribadian yang dilakukan individu maupun kelompok tertentu, maka kebudayaan
dapat di katakan aset yang sangat peka dan wajib dimiliki oleh setiap daerah.
kota Probolinggo memiliki beberapa
budaya yang sudah ada sejak lama dan alhamdulillah masih di budayakan oleh
orang-orang probolinggo yang biasanya dapat di jumpai pada saat pawai budaya
dan acara-acara kebudayaan lainnya. kebudayaan Kota Probolinggo yaitu :
1. Jaran
Bodhag dan Jaran Kencak
Jaran Bodhag dalam terminologi bahasa
Jawa “Jaran” berarti kuda dan “bodhak” (bahasa Jawa dialek Jawa Timur,
khususnya wilayah Timur) berarti wadah, bentuk lain. Walaupun belum diketahui
pada angka tahun berapa yang pasti sejak kapan kesenian “Jaran Bodhag” ini
mulai diciptakan dan dikenal oleh masyarakat kota Probolinggo, namun dari
beberapa sumber diketahui bahwa “Jaran Bodhag” diciptakan oleh orang-orang kota
Probolinggo pada zaman awal kemerdekaan.
Satu lagi kebudayaan Kota Probolinggo
yg masih tentang jaran adalah “Jaran Kencak”, yakni kuda (jaran) yang “ngencak”
(menari). “Jaran Kencak” sebutan dalam dialek lokal untuk menyebut “Kuda
Menari”, sejenis pertunjukkan yang menggunakan kuda yang dilatih khusus untuk
menari dan dirias dengan pakaian serta aksesoris lengkap.
Pada kalangan masyarakat bawah, yang
karena kemiskinannya mereka tidak mampu memiliki atau menyewa kuda untuk “Jaran
Kencak” ini, mereka membuat modifikasi Jaran Kencak dengan jaran (kuda) tiruan.
Terbuat dari kayu menyerupai kepala kuda sampai leher, kemudian leher kuda kayu
itu disambung dengan peralatan lengkap dengan aksesoris mirip “Jaran Kencak”
asli, yang memungkinkan seseorang dapat berdiri di dalam dan dikelilingi
aksesoris kuda. “Penunggang” kuda seolah-olah naik kuda, padahal ia berdiri dan
berjalan (dengan kaki sendiri ) dengan menyangga leher kepala kuda lengkap
dengan aksesorisnya sehingga dari jauh mirip orang yang naik “Jaran Kencak”
itulah yang disebut dengan “Jaran Bodhag”.
Pada saat ini “Jaran Bodhak” masih
populer di kalangan masyarakat kota Probolinggo. Dan kesenian ini biasanya
digunakan untuk mengiringi dan mengarak acara hajatan, pernikahan, khitanan,
dan sebagainya. Kesenian ini tumbuh dan berkembang di mayarakat Probolinggo
yang sampai sekarang masih aktif mengadakan kegiatan pembinaan dan pementasan.
Penyajian kesenian ini diiringi dengan musik tradisional yang terdiri dari
kenong, gong, kendang, dan sronen (kesenian alat musik dari jawa). Jaran Bodhag
dibawa oleh dua orang dengan sebutan janis dan penunggang jaran. Dalam penyajiannya
juga ditampilkan tembang-tembang tradisi khas Jaran Bodhag dengan pakaian penuh
gemerlapan, menarik, unik, yang didesain sendiri oleh pemiliknya dengan segala
kemampuan estetiknya. Siapapun bisa naik Jaran Bodhag, karena gerakannya tidak
rumit, tinggal mengikuti irama yang muncul dari musik kenong telo’. Keberadaan
kesenian Jaran Bodhag ini merata diseluruh Kecamatan Kota Probolinggo.
Ludruk merupakan satu bentuk
pementasan drama kehidupan yang disajikan dengan pendekatan kehidupan
sehari-hari masyarakat Jawa Timur pada umumnya. Lain halnya dengan kesenian
ketoprak yang dalam penyajiannya menampilkan cerita legenda atau sejarah yang
dikemas apik dengan memakai busana dan bahasa jawa, ludruk lebih mengedepankan
cerita heroik dengan setting kebanyakan mengenai kehidupan masyarakat Jawa
Timur.
Ludruk tumbuh dan berkembang hampir di
semua daerah di Jawa timur bagian timur, termasuk di daerah Probolinggo.
Tampilan ludruk khas Probolinggo jelas memiliki perbedaan dibandingkan dengan
ludruk-ludruk di Surabaya atau di daerah lainnya, yakni pada bahasa yang
dipakai. Ludruk di Probolinggo menggunakan bahasa Jawa Ngoko yang dicampur
dengan bahasa Madura Pesisiran, baik dalam bentuk kidungan ataupun dialog para
pemainnya. Walaupun dari segi bahasa yang dipakai berbeda, tetapi dalam hal
pakem masih memiliki cerita yang sama. Hanya di beberapa bagian atau adegan
diselipkan adegan tambahan yang bercirikan Probolinggo. Dan kesenian ludruk ini
sering ditemui pada acara-acara hajatan.
Ludruk adalah kesenian tradisi yang
masih hidup di kota Probolinggo, kesenian peran yang bisa menggunakan segala
bahasa, jawa, madura, Indonesia atau inggris sekalipun, juga enak dan
pantas-pantas saja ketika menggunakan bahasa campuran.
Tradisi Ojung adalah tradisi saling
pukul badan dengan menggunakan senjata rotan yang dimainkan oleh dua orang.
Kedua peserta Ojung akan saling bergantian memukul tubuh lawannya. Jika peserta
satu memukul, maka lawannya akan berusaha menangkis dan menghindar.
Tradisi ini memang mirip dengan
olahraga Pedang Hanggar, dimana warga diajak beradu teknik dan kemampuan saling
memukul dengan menggunakan sebilah rotan. Terdapat aturan permainan dalam
tradisi ini, yakni setiap pemain memiliki jatah memukul dan menangkis
masing-masing 3 kali. Bagi siapa yang banyak mengenai lawannya ketika memukul
maka dialah yang menang.
Tradisi ini memiliki tujuan untuk
menghindari datangnya bencana alam atau tolak bala’ dan selalu diselenggarakan
pada setiap tahun. Keunikan lainnya dari tradisi ini adalah sebelum acara
dimulai, warga selalu melakukan ritual terlebih dahulu berupa permohonan do’a
kepada yang Maha Kuasa, agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan lancar dan
tanpa ganjalan yang tidak diinginkan.
Karapan Sapi Brujul sebenarnya bermula
dari keseharian petani membajak sawahnya. Kemudian dikembangkan menjadi
perlombaan yang diadakan pada setiap musim tanam padi tiba. Karapan Sapi Brujul
ini dilaksanakan di area persawahan.
Setiap sapi yang memenangkan
perlombaan Karapan Sapi Brujul, dapat dipastikan memiliki nilai jual yang
sangat tinggi. Sehingga sapi yang mengikuti perlombaan ini dipastikan memiliki
kualitas yang cukup baik. Tidak heran jika perlombaan ini sampai mengeluarkan
biaya yang cukup besar.
Karena antusias masyarakat yang cukup
besar, Karapan Sapi Brujul ini dijadikan sebagai obyek wisata kota Probolinggo.
Sekarang ini perlombaan ter-sebut tidak lagi dilaksanakan pada musim tanam padi
saja, namun di luar musim tersebut juga sering diselenggarakan.
Karapan Kambing, sebenarnya bermula
dari sekedar menjadi obat kejenuhan dalam keseharian setelah menjalani
kewajiban sebagai petani atau pedagang. Karapan Kambing ini merupakan
perlombaan yang digelar setiap satu tahun sekali.
Sama seperti halnya karapan sapi,
kambing-kambing ini menggunakan kaleles (rangka kayu yang diikatkan ke badan
kambing), lalu kemudian diadu kecepatan dengan lawan pasangan lainnya. Dalam
Karapan Kambing, kambing-kambing yang dilombakan tidak dibedakan berdasarkan
ukurannya baik besar atau kecil. Semua kambing yang diperlombakan adalah
kambing dengan jenis kelamin betina.
Ketika berada di arena perlombaan,
kambing-kambing ini dilengkapi dengan beberapa peralatan. Beberapa peralatan
yang digunakan diantaranya adalah jepitan telinga kambing, rekeng (sejenis
bandulan tapi terpaku), kaleles, kalonongan (terbuat dari keleng kecil biasanya
bekas dari korek api. Dan peralatan yang terpenting sebenarnya adalah balsam
dan minyak angin. Karena pada beberapa bagian tubuh kambing akan dilumuri balsem
dan minyak angin sehingga kambing tersebut akan merasakan kepanasan dan akan
berlari kencang sekuat tenaga.
Ciri dari kambing karapan yang bagus
terletak pada bentuk kepala yang cenderung kecil, badan lurus, pangkal kaki
depan tampak besar, posisi badan seperti nungging, usia minimal 3 bulan dan
belum beranak. Postur yang demikian sering menjadi pemenang dalam perlombaan
karapan kambing ini.
Tradisi Sya’banan. Tradisi ini berasal
dari masyarakat yang bertujuan untuk menyambut hadirnya bulan puasa. Biasanya
pada tanggal 15 bulan Sya’ban (15 hari sebelum bulan puasa tiba) masyarakat
hadir dengan membawa makanan dan bersuka cita sambil duduk-duduk di tepian
pantai menikmati panorama laut yang tertimpa sinar bulan purnama. Tradisi
seperti ini sudah dilakukan oleh masyarakat setiap tahun. Sehubungan dengan
tradisi itu diadakan lomba balap perahu (Petik Laut).
Setiap tahunnya para nelayan yang
tergabung di dalam Paguyuban Nelayan selalu mengadakan kegiatan ritual yang
telah ditetapkan menjadi event tahunan oleh Pemerintah Kota Probolinggo yaitu
kegiatan Petik Laut ini. Kegiatan ini melambangkan ungkapan rasa syukur kepada
Tuhan YME atas rahmat dan karunia-Nya kepada seluruh umat. Selain itu kegiatan
ini bertujuan untuk tetap melestarikan budaya gotong-royong dan kebersamaan
yang telah diwariskan secara turun-temurun dari para leluhur sehingga menjadi
tradisi di daerah sepanjang pesisiran pantai kota Probolinggo.
Lomba Perahu Hias merupakan tradisi
masyarakat pesisiran pantai kota Probolinggo yang secara beriringan untuk
berlomba menghias kapal atau perahu dengan bermacam-macam hiasan yang menarik.
Lomba ini selalu mampu menarik minat para wisatawan baik wisatawan domestik
maupun mancanegara. Kegiatan ini telah menjadi event tahunan dan
diselenggarakan bertepatan dengan hari jadi Kota Probolinggo pada tanggal 4
September.
Kota
Probolinggo juuga memiliki makanan khas yang berbeda dari daerah lain, dari
rasanya, cara memasaknya, bahannya bahkan tempatnya pula. Makanan Khas Kota
Probolinggo yaitu :
Makanan khas probolinggo yang pertama
adalah soto kraksaan, yang menjadikan khasnya soto ini adalah bahan bumbunya
yang berbeda pada umumnya, bahan daging ayam yang dipakai adalah ayam jantan
dengan bumbu santan yang dilengkapi dengan serbuk kelapa yang disangrai,
sebagai pelengkap Soto Kraksaan ini dilengkapi dengan irisan kentang yang di
kukus di tambahkan kerupuk udang sebagai pelengkap.
Makanan khas probolingo yang ke dua
adalah nasi glepungan, nasi ini dalam penyajianya terdapat lauk yang
tradisional, dengan ragam olahan tradisional ada Ikan Asin, tempe dan tahu
penyet, Lalapan, Sambel pedas, Nasi glepungan (Sari-sari jagung), smua di taruh
di atas nasi dan siap untuk di santap.
Makanan Khas Probolinggo yang ke tiga
adalah kepiting Olok, olok sendiri merupakan kepiting muda yang terdapar di
pantai. untuk di jadikanya makanan khas kepiting muda ini diolah dan diberi
campuran udang dan bumbu khas. yang kemudian dimasukkan lagi ke dalam cangkang
kepiting yang berukuran besar. kepiting ini rasanya gurih karena kepiting ini
kpiting muda.
Makanan khas probolinggo yang ke empat
adalah Ketan Ketarok, Kratok sendiri merupakan sejenis kacang koro, Kratok ini
biasanya dimasak menjadi sayur lodeh atau dicampur dengan ketan. Dalam
penyajiannya ketan kratok ditaburi dengan parutan kelapa dan juga cairan gula
merah mungkin kalau di tempat lain bisa di sebut juruh. Ketan Kratok ini
mempunyai rasa yang gurih sedikit asin juga ada manisnya karena ada gula merah
yang akan membius lidah anda.
Ciri Khas
dari Kota Probolinggo
Kota
Probolinggo memiliki ciri khas dengan namanya yang unik yaitu BAGA. BAGA
sendiri pada kamus bahasa sansekerta
mempunyai arti “Orang yang Kuat dan Teguh” sesuai dengan ciri khas masyarakat
Kota Probolinggo yang kuat dan teguh memegang prinsip-prinsip kehidupan sebagai
orang timur, dan “BAGA” merupakan singkatan dari BAYUANGGA. BAYUANGGA adalah
nama akronim yang mewakili ciri khas Kota Probolinggo yaitu angin, anggur, dan
mangga yang dijelaskan di dalam visi pada pasal 4 bab III peraturan Pemerintah
Daerah Kota Probolinggo nomor 2 tahun 2006. “BAGA” menggambarkan sosok
masyarakat Kota Probolinggo yang berwawasan dan kepribadian BESTARI (Bersih,
Sehat, Tertib, Aman, Rapi dan Indah). Bagian kepala terdapat satu helai rambut
(dalam bentuk daun anggur) yang berdiri seperti hembusan angin di Kota
Probolinggo dan dengan khas songkok jawa timur yang digunakan menandakan ciri
khas masyarakat Kota Probolinggo. Maskot menggunakan pakaian berupa kaos dengan
gambar logo Kota Probolinggo untuk mengenalkan diri dan menempatkan nama
BAYUANGGA pada hati masyarakat. “BAGA” melambangkan sebagai penjaga dan penyeimbang
keharmonisan di Kota Probolinggo.
Tentang
Maskot BAGA
Bagian kepala terdapat satu helai
rambut dari daun anggur, daun anggur yang berdiri seperti hembusan angin di
Kota Probolinggo, udeng (ikat kepala) khas Jawa Timur yang digunakan menandakan
ciri khas masyarakat Kota Probolinggo, maskot menggunakan pakaian berupa kaos
dengan gambar logo Kota Probolinggo untuk mengenalkan diri dan menempatkan nama
Bayuangga pada hati masyarakat, maskot berupa maskot yang ramah dan bersahaja,
daun mangga dalam bentuk sayap, kedua tangan terbuka melambangkan bahwa Kota
Probolinggo siap dan terbuka terhadap perubahan melalui budaya khas
pendalungan, "BAGA” merujuk pada kamus bahasa Sansekerta bahwa mempunyai
arti Orang Yang Kuat dan Teguh sesuai ciri khas masyarakat Kota Probolinggo
yang kuat dan teguh memegang prinsip-prinsip kehidupan sebagai orang timur,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar